Siapa pun yang berpikir jernih dan bening akan mengatakan bahwa pornografi memberikan efek buruk bagi perkembangan anak-anak. Sebenarnya tidak hanya anak-anak, orang-orang berusia tua pun bisa kena dampak dari terpaan pornografi. Lihat saja berita-berita kriminal di media cetak maupun elektronik, setiap saat selalu dijumpai kasus-kasus kriminalitas yang berkaitan dengan eksploitasi seksual. Ada seorang kakek memperkosa, ayah kandung menyetubuhi anaknya, anak tingkat SD sudah berani ngeseks ria, bahkan seorang guru mencabuli siswi didiknya. Dihitung secara kuantitas, kasus-kasus seperti itu tak sulit dihitung dengan jari.
Di sisi lain, peredaran dan penjualan VCD beraroma porno juga marak dan gawatnya merambah sampai anak-anak kecil. Tentu hati kita terasa miris ketika ada anak seusia SD-SMA melakukan perkosaan terhadap lawan jenis. Atau malah antarlawan jenis main ranjang karena suka sama suka, melakukan seks gaya bebas. Mereka sering kali mengungkapkan alasan melakukan itu karena menonton “film-film biru”. Pada simpul ini, kita ketahui bahwa VCD dan film-film yang berbau porno memberikan pengaruh bagi alam pikiran anak-anak.
Memang tak bisa kita mungkiri jika perkembangan industri pornografi di negeri ini begitu pesat. Hampir setiap saat dijumpai tayangan-tayangan yang melakukan pengeksploitasian secara seksual yang tanpa disadari ditonton anak-anak yang belum cukup usia. Pada titik ini, anak-anak kita ternyata belum mendapatkan perlindungan maksimal dari lingkungan sekitar. Anak-anak kita belum sepenuhnya bebas dari bahaya pornografi. Dari berbagai penelitian terkait media dan komunikasi publik, tayangan dan tontonan yang terus-menerus disaksikan dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Seperti kasus kekerasan antarsiswa di sekolah ala smackdown yang pernah menghebohkan dunia pendidikan, itu diakibatkan tayangan yang disaksikan berulang-ulang. Pun, pada tayangan-tayangan berbau pornografi dan pengeksploitasian seksual bisa juga memberi dampak yang sama. Jika pada tayangan smackdown bisa berakibat “liar”, sungguh bukan harapan kita jika anak-anak kecil memiliki hobi ngeseks antarlawan jenis karena seringnya menonton tayangan-tayangan yang mengumbar seks.
Maka, tak ada jalan lain kecuali kesadaran segenap pihak untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi dan seks yang diumbar bebas. Orangtua perlu memantau perkembangan anak-anaknya dan menaruh perhatian seksama. Ada tanggung jawab orang tua yang tidak boleh dilalaikan untuk mendidik anak-anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, mana perilaku yang susila dan mana yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang disaksikan anak juga perlu dilakukan. Tak sekadar itu, orang tua semestinya juga memberikan pemahaman terhadap anak, menjelaskan kepada anak setiap apa yang ditonton di layar kaca. Kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anak yang proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah anak dari perilaku menyimpang.
Di lain pihak, industri komunikasi dan media perlu segera sadar bahwa fungsi pers tidak sekadar mencari laba semata, tapi ada juga fungsi pendidikan dalam siaran dan penayangannya. Pers yang sering kali disebut sebagai kekuatan keempat demokrasi harus menyadari perannya untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan pikiran dan perilaku anak-anak bangsa sebagai generasi masa depan.
Tegasnya, kepedulian segenap pihak untuk melindungi anak dari terpaan pornografi perlu segera dilakukan. Pihak sekolah perlu menanamkan nilai-nilai moral dan kesusilaan terhadap peserta didik. Pendidikan agama yang diberikan di sekolah harapannya bisa menyentuh kesadaran peserta didik sehingga memiliki perilaku mulia dan cerdas dalam memfilter arus budaya dari luar. Piranti moral perlu dimiliki anak sehingga dapat membedakan mana yang positif dan mana yang negatif.
Kini sudah saatnya kita melindungi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa dari pengaruh buruk pornografi. Tanggung jawab melindungi anak-anak berada di pundak orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan institusi-institusi nonpemerintah yang memang peduli bahwa baik buruknya Indonesia ke depan ditentukan oleh generasi masa kini. Kita tentu saja tak ingin menyaksikan anak-anak kecil lebih suka gambar dan tayangan porno ketimbang melahap buku bacaan. Kita tak ingin anak-anak sekolah lupa menuntut ilmu dan memperkaya wawasan pengetahuan karena terlalu nyamannya berhubungan bebas antarlawan jenis. Kita tak ingin melihat ada anak-anak kita “porno-pornoan” di sembarang tempat dan di tempat-tempat gelap. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO, 31/10/08
Di sisi lain, peredaran dan penjualan VCD beraroma porno juga marak dan gawatnya merambah sampai anak-anak kecil. Tentu hati kita terasa miris ketika ada anak seusia SD-SMA melakukan perkosaan terhadap lawan jenis. Atau malah antarlawan jenis main ranjang karena suka sama suka, melakukan seks gaya bebas. Mereka sering kali mengungkapkan alasan melakukan itu karena menonton “film-film biru”. Pada simpul ini, kita ketahui bahwa VCD dan film-film yang berbau porno memberikan pengaruh bagi alam pikiran anak-anak.
Memang tak bisa kita mungkiri jika perkembangan industri pornografi di negeri ini begitu pesat. Hampir setiap saat dijumpai tayangan-tayangan yang melakukan pengeksploitasian secara seksual yang tanpa disadari ditonton anak-anak yang belum cukup usia. Pada titik ini, anak-anak kita ternyata belum mendapatkan perlindungan maksimal dari lingkungan sekitar. Anak-anak kita belum sepenuhnya bebas dari bahaya pornografi. Dari berbagai penelitian terkait media dan komunikasi publik, tayangan dan tontonan yang terus-menerus disaksikan dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Seperti kasus kekerasan antarsiswa di sekolah ala smackdown yang pernah menghebohkan dunia pendidikan, itu diakibatkan tayangan yang disaksikan berulang-ulang. Pun, pada tayangan-tayangan berbau pornografi dan pengeksploitasian seksual bisa juga memberi dampak yang sama. Jika pada tayangan smackdown bisa berakibat “liar”, sungguh bukan harapan kita jika anak-anak kecil memiliki hobi ngeseks antarlawan jenis karena seringnya menonton tayangan-tayangan yang mengumbar seks.
Maka, tak ada jalan lain kecuali kesadaran segenap pihak untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi dan seks yang diumbar bebas. Orangtua perlu memantau perkembangan anak-anaknya dan menaruh perhatian seksama. Ada tanggung jawab orang tua yang tidak boleh dilalaikan untuk mendidik anak-anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, mana perilaku yang susila dan mana yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang disaksikan anak juga perlu dilakukan. Tak sekadar itu, orang tua semestinya juga memberikan pemahaman terhadap anak, menjelaskan kepada anak setiap apa yang ditonton di layar kaca. Kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anak yang proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah anak dari perilaku menyimpang.
Di lain pihak, industri komunikasi dan media perlu segera sadar bahwa fungsi pers tidak sekadar mencari laba semata, tapi ada juga fungsi pendidikan dalam siaran dan penayangannya. Pers yang sering kali disebut sebagai kekuatan keempat demokrasi harus menyadari perannya untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan pikiran dan perilaku anak-anak bangsa sebagai generasi masa depan.
Tegasnya, kepedulian segenap pihak untuk melindungi anak dari terpaan pornografi perlu segera dilakukan. Pihak sekolah perlu menanamkan nilai-nilai moral dan kesusilaan terhadap peserta didik. Pendidikan agama yang diberikan di sekolah harapannya bisa menyentuh kesadaran peserta didik sehingga memiliki perilaku mulia dan cerdas dalam memfilter arus budaya dari luar. Piranti moral perlu dimiliki anak sehingga dapat membedakan mana yang positif dan mana yang negatif.
Kini sudah saatnya kita melindungi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa dari pengaruh buruk pornografi. Tanggung jawab melindungi anak-anak berada di pundak orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan institusi-institusi nonpemerintah yang memang peduli bahwa baik buruknya Indonesia ke depan ditentukan oleh generasi masa kini. Kita tentu saja tak ingin menyaksikan anak-anak kecil lebih suka gambar dan tayangan porno ketimbang melahap buku bacaan. Kita tak ingin anak-anak sekolah lupa menuntut ilmu dan memperkaya wawasan pengetahuan karena terlalu nyamannya berhubungan bebas antarlawan jenis. Kita tak ingin melihat ada anak-anak kita “porno-pornoan” di sembarang tempat dan di tempat-tempat gelap. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO, 31/10/08